Arus listrikyang mengalir hanya kesatu arah disebut dengan arus searah (direct curent,disingka DC). Kita telah ketahui bahwa kuat arus diukur dengan suatu alat yang disebut Amperemeter,dan tegangan diukur dengan voltmeter.Kesebandingan antara kuat arus, tegangan(beda potensial)dan hambatan dalam suatu rangkaian dapat dirumuskan dengan persamaan:
Ada dua jenis alat ukur seperti ini, yaitu yang menggunakan elektronik digital dan non digital(analog). Pada jenis digital,nilai kuat arus dan tegangan langsung terbaca. Pada jenis analog nilai kuat arus dan tegangan harus kita baca dari skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk. Kumparan kawat dan jarum penunjuk bergerak ketika ada arus mengalir dalam kumparan. Komponen utama yang menyusun sebuah Amperemeter dan Voltmeter analog adalah sebuah galvanometer DC. Sebuah galvanometer terdiri dari sebuah magnet,sebuah kumparan,kawat,sebuah pegas spiral, sebuah jarum penunjuk dan skala kaliberasi. Kumparan dipasang dalam daerah medan magnet yang dihasilkan oleh pasangan kutub Utara-Selatan(U-S)magnet.Jika arus mengalir dalam kumparan, maka interaksi arus kumparan dapat berputar, yang akan menyebabkan jarum penunjuk bergerak menunjuk suatu angka pada skala kaliberasi. Sebuah galvanometer memiliki dua karakteristik yang penting untuk dipertimbangkan. Karakteristik yang pertama adalah kuat arus yang melalui kumparan kawat yang menyebabkan simpangan skala penuh.Karkteristik kedua adalah hambatan kawat kumparan Rc.
a. Amperemeter
Amperemeter adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat arus yang melalui sebuah rangkaian. Ampermeter dipasang dengan menyisipkan langsung pada rangkaian sehingga arus langsung melalui amperemeter, untuk penyisipan ini kita harus memotong kawat rangkaian untuk membuat hubungan ke terminal amperemeter.Ketika kita menggunakan amperemeter untuk mengukur arus DC, kita harus memasangnya sedemikian rupa sehingga arus masuk ke terminal positif amperemeter dan keluar pada terminal negatifnya.
Sebuah amperemeter ditampilkan pada sebuah diagram rangkaian pada gambar diatas yang menunjukkan arus langsung melalui amperemeter. Amperemeter disusun dari sebuah galvanometer dan satu atau lebih resistor yang disebut resistor shunt. Biasanya kuat arus skala penuh yang melalui galvanometer sangat kecil(misal 0,100 mA). Agar amperemeter dapat digunakan mengukur arus yang sangat besar (misal 60,0 mA) maka sebuah resistor shunt (Rsh) dipasang paralel dengan galvanometer. Dengan demikian kelebihan arus akan mengalir ke resistor shunt.
Misalkan akan didesain sebuah amperemeter dengan kuat arus skala penuh I yang n kali lebih besar daripada kuat arus skala penuh galvanometer IG (C = n I G). Kuat arus I bercabang dua di titik A, kuat arus IG melalui galvanometer, sedangkan kelebihannya yaitu ISH dialirkan ke resistor Shunt. Sesuai dengan prinsip susunan paralel sebagai pembagi arus pada rangkaian gambar 4, maka: IG : SH =
Jumlah perbandingan : =
Amperemeter adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat arus yang melalui sebuah rangkaian. Ampermeter dipasang dengan menyisipkan langsung pada rangkaian sehingga arus langsung melalui amperemeter, untuk penyisipan ini kita harus memotong kawat rangkaian untuk membuat hubungan ke terminal amperemeter.Ketika kita menggunakan amperemeter untuk mengukur arus DC, kita harus memasangnya sedemikian rupa sehingga arus masuk ke terminal positif amperemeter dan keluar pada terminal negatifnya.
Sebuah amperemeter ditampilkan pada sebuah diagram rangkaian pada gambar diatas yang menunjukkan arus langsung melalui amperemeter. Amperemeter disusun dari sebuah galvanometer dan satu atau lebih resistor yang disebut resistor shunt. Biasanya kuat arus skala penuh yang melalui galvanometer sangat kecil(misal 0,100 mA). Agar amperemeter dapat digunakan mengukur arus yang sangat besar (misal 60,0 mA) maka sebuah resistor shunt (Rsh) dipasang paralel dengan galvanometer. Dengan demikian kelebihan arus akan mengalir ke resistor shunt.
Misalkan akan didesain sebuah amperemeter dengan kuat arus skala penuh I yang n kali lebih besar daripada kuat arus skala penuh galvanometer IG (C = n I G). Kuat arus I bercabang dua di titik A, kuat arus IG melalui galvanometer, sedangkan kelebihannya yaitu ISH dialirkan ke resistor Shunt. Sesuai dengan prinsip susunan paralel sebagai pembagi arus pada rangkaian gambar 4, maka: IG : SH =
Jumlah perbandingan : =
Jumlah kuat arus : IG + Ish = I
Jadi : IG = IG =
Rc + Rsh = n Rsh
Rc = (n-1) Rsh
Rc = (n-1) Rsh
Keterangan :
Rsh = hambatan resistor shunt
Rc = hambatan kawat kumparan galvanometer/hambatan dalam amperemeter
n = =
Rsh = hambatan resistor shunt
Rc = hambatan kawat kumparan galvanometer/hambatan dalam amperemeter
n = =
Amperemeter dipasang seri dengan rangkaian yang akan diukur kuat arusnya. Ini berarti hambatan pengganti dari kumparan kawat Rc yang paralel dengan resistor shunt Rsh harus ditambahkan pada hambatan rangkaian R. Kita sebut saja hambatan pengganti R paralel Rsh sebagai hambatan dalam amperemeter (RA) di mana :
Sehingga hambatan total rangkaian menjadi R + RA (lihat pada gambar 5). Amperemeter selalu didesain agar memiliki hambatan dalam RA yang jauh lebih kecil daripada hambatan dalam RA yang jauh lebih kecil daripada hambatan rangkaian R agar penyisipan amperemeter hanya sedikit mengurangi kuat arus dalam rangkaian.
Seperti telah kita ketahui, penambahan hambatan dalam rangkaian menyebabkan pengurangan kuat arus, dan ini akan menimbulkan masalah, karena sebuah amperemeter seharusnya mengukur kuat arus yang sebenarnya (kuat arus ketika amperemeter tidak disisipkan pada rangkaian),dan bukan menguranginya.
Oleh karena itu, sebuah amperemeter ideal selalu diandaikan memiliki hambatan dalam RA = O. Dalam prakteknya, sebuah amperemeter yang baik selalu didesain agar memiliki hambatan dalam RA yang sangat kecil, sehingga hanya sedikit mengurangi kuat arus dalam rangkaian ketika amperemeter tersebut disisipkan. Untuk kondisi seperti pada gambar 5 maka RA << R, sehingga R total = R + RA = R
Seperti telah kita ketahui, penambahan hambatan dalam rangkaian menyebabkan pengurangan kuat arus, dan ini akan menimbulkan masalah, karena sebuah amperemeter seharusnya mengukur kuat arus yang sebenarnya (kuat arus ketika amperemeter tidak disisipkan pada rangkaian),dan bukan menguranginya.
Oleh karena itu, sebuah amperemeter ideal selalu diandaikan memiliki hambatan dalam RA = O. Dalam prakteknya, sebuah amperemeter yang baik selalu didesain agar memiliki hambatan dalam RA yang sangat kecil, sehingga hanya sedikit mengurangi kuat arus dalam rangkaian ketika amperemeter tersebut disisipkan. Untuk kondisi seperti pada gambar 5 maka RA << R, sehingga R total = R + RA = R
b. Voltmeter
Voltmeter adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur tegangan di antara dua titik pada rangkaian. Voltmeter harus dihubungkan pada dua titik dan disisipkan ke dalam rangkaian seperti halnya amperemeter. Untuk mengukur tegangan kita tidak perlu memotong kawat rangkaian untuk membuat hubungan A ke terminal voltmeter, tetapi cukup menggunakan dua utas kabel yang menghubungkan kedua titik pada rangkaian (titik A dan B) dengan kedua terminal voltmeter, seperti ditunjukkan pada gambar 6 (a). Untuk mengukur tegangan dc, titik yang tegangannya lebih tinggi harus dihubungkan ke terminal positif voltmeter, dan titik yang tegangannya lebih rendah dihubungkan ke terminal negatif voltmeter.
Untuk mengukur tegangan antara dua titik A dan B dalam suatu rangkaian, voltmeter dihubungkan kedua titik tersebut, (lihat gambar 6b) voltmeter ditampilkan pada sebuah diagram rangkaian.
Voltmeter disusun dari sebuah galvanometer dan satu atau lebih resistor seri (gambar 7), Biasanya tegangan skala penuh pada galvanometer (IG x Rc) sangat kecil,(misal 5 mV). Agar voltmeter dapat digunakan untuk mengukur tegangan yang besar (misal 500 mV), maka sebuah resistor seri (Rs) dipasang secara seri dengan galvanometer. Dengan demikian, kelebihan tegangan akan diberikan pada resistor seri. Sebuah voltmeter disusun oleh sebuah galvanometer dan resitor seri (gambar 7).
Misalkan akan didesain sebuah voltmeter dengan tegangan skala penuh v yang n kali lebib besar daripada tegangan skala penuh galvanometer VG (V= n VG). Tegangan V dibagi menjadi dua, tegangan VG yang terdapat pada ujung-ujung galvanometer dan tegangan Vs yang terdapat pada resistor Rs, sesuai dengan prinsip susunan seri sebagai pembagi tegangan pada rangkaian gambar 7, maka: Vs = VG = Rs : Rc
Jadi jumlah perbandingan = Rs + Rc
Jumlah tegangan Vs + VG = V
Voltmeter adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur tegangan di antara dua titik pada rangkaian. Voltmeter harus dihubungkan pada dua titik dan disisipkan ke dalam rangkaian seperti halnya amperemeter. Untuk mengukur tegangan kita tidak perlu memotong kawat rangkaian untuk membuat hubungan A ke terminal voltmeter, tetapi cukup menggunakan dua utas kabel yang menghubungkan kedua titik pada rangkaian (titik A dan B) dengan kedua terminal voltmeter, seperti ditunjukkan pada gambar 6 (a). Untuk mengukur tegangan dc, titik yang tegangannya lebih tinggi harus dihubungkan ke terminal positif voltmeter, dan titik yang tegangannya lebih rendah dihubungkan ke terminal negatif voltmeter.
Untuk mengukur tegangan antara dua titik A dan B dalam suatu rangkaian, voltmeter dihubungkan kedua titik tersebut, (lihat gambar 6b) voltmeter ditampilkan pada sebuah diagram rangkaian.
Voltmeter disusun dari sebuah galvanometer dan satu atau lebih resistor seri (gambar 7), Biasanya tegangan skala penuh pada galvanometer (IG x Rc) sangat kecil,(misal 5 mV). Agar voltmeter dapat digunakan untuk mengukur tegangan yang besar (misal 500 mV), maka sebuah resistor seri (Rs) dipasang secara seri dengan galvanometer. Dengan demikian, kelebihan tegangan akan diberikan pada resistor seri. Sebuah voltmeter disusun oleh sebuah galvanometer dan resitor seri (gambar 7).
Misalkan akan didesain sebuah voltmeter dengan tegangan skala penuh v yang n kali lebib besar daripada tegangan skala penuh galvanometer VG (V= n VG). Tegangan V dibagi menjadi dua, tegangan VG yang terdapat pada ujung-ujung galvanometer dan tegangan Vs yang terdapat pada resistor Rs, sesuai dengan prinsip susunan seri sebagai pembagi tegangan pada rangkaian gambar 7, maka: Vs = VG = Rs : Rc
Jadi jumlah perbandingan = Rs + Rc
Jumlah tegangan Vs + VG = V
Keterangan :
Rs = hambatan resistor seri/hambatan depan
Rc = hambatan galvanometer/hambatam dalam voltmeter
n = =
Rs = hambatan resistor seri/hambatan depan
Rc = hambatan galvanometer/hambatam dalam voltmeter
n = =
Hambatan dalam voltmeter (Rv) adalah hambatan galvanometer Rc yang disusun seri dengan hambatan resistor Rs, sehingga: RV = Rs + Rs. Voltmeter dipasang paralel dengan rangkaian yang akan diukur tegangannya. Ini menyebabkan voltmeter menarik arus dalam rangkaian hingga terjadi pengurangan tegangan pada rangkaian. Secara ideal, tegangan yang ditunjukkan oleh sebuah voltmeter seharusnya sama dengan tegangan ketika voltmeter tidak dipasang. Oleh karena itu, sebuah voltmeter ideal selalu diandaikan memiliki hambatan dalam Rv tak terhingga. Dalam praktek, sebuah voltmeter yang baik selalu didesain agar memiliki hambatan dalam yang sangat besar, sehingga arus yang ditarik voltmeter sangat kecil dan tidak terlalu mengurangi tegangan yang diukurnya. Sesuai gambar 8, maka Rv >> R, sehingga:
R total=Rv//R =
Voltmeter selalu didesain agar memiliki hambatan dalam Rv jauh lebih besar daripada hambatan rangkaian R agar voltmeter menarik arus yang sangat kecil dan hanya sedikit mengurangi tegangan rangkaian yang diukurnya.
R total=Rv//R =
Voltmeter selalu didesain agar memiliki hambatan dalam Rv jauh lebih besar daripada hambatan rangkaian R agar voltmeter menarik arus yang sangat kecil dan hanya sedikit mengurangi tegangan rangkaian yang diukurnya.
Contoh Soal dan Pemecahan :
1. Sebuah galvanometer memiliki arus skala penuh 0,100 mA dan hambatan kumparan Rc = 50,0 ohm.
Galvanometer ini digunakan bersamaan dengan sebuah resistor shunt untuk mendesain sebuah amperemeter yang memiliki simpangan skala penuh untuk kuat arus 0,100 mA. Tentukan resistor shunt!
Hambatan resistor shunt Rsh dapat dihitung jika hambatan kumparan Rc dan hasil bagi kuat arus skala penuh amperemeter dan galvanometer (n = I/IG).
Pemecahan :
Hitung dulu nn =
Kemudian hitung hambatan resistor shunt :
= 0,0626 ohm
Jadi hambatan resistor shunt-nya adalah 0,0626 ohm.
1. Sebuah galvanometer memiliki arus skala penuh 0,100 mA dan hambatan kumparan Rc = 50,0 ohm.
Galvanometer ini digunakan bersamaan dengan sebuah resistor shunt untuk mendesain sebuah amperemeter yang memiliki simpangan skala penuh untuk kuat arus 0,100 mA. Tentukan resistor shunt!
Hambatan resistor shunt Rsh dapat dihitung jika hambatan kumparan Rc dan hasil bagi kuat arus skala penuh amperemeter dan galvanometer (n = I/IG).
Pemecahan :
Hitung dulu nn =
Kemudian hitung hambatan resistor shunt :
= 0,0626 ohm
Jadi hambatan resistor shunt-nya adalah 0,0626 ohm.
2. Sebuah galvanometer memiliki arus skala penuh 0,100 mA dan hambatan Rc = 50,0 ohm. Tentukan hambatan Rs yang harus,dipasang seri dengan kumparan galvanometer untuk menghasilkan sebuah voltmeter yang memiliki tegangan skala penuh 500 mV!
Hambatan resistor seri Rs dapat dihitung jika hambatan kumparan galvanometer RC dan hasil bagi tegangan skala penuh voltmeter V dan tegangan skala penuh galvanometer (VG = IG x Rc).
Pemecahan :
mula-mula hitung tegangan skala penuh galvanometer (0,100 mA = 1 x 10-4 A).
VG = IG x RC
= (0,100 mA) x (50,0 ohm)
=5,00 x 10-3 V
= 5.00 mV
Kemudian hitung (n). N =
Hambatan resistor shunt :
Rs = (n-1)Rc
= (100-1) x 50,0 ohm
= 4950 ohm
Jadi hambatan resistor shunt-nya adalah 4950 ohm.
Hambatan resistor seri Rs dapat dihitung jika hambatan kumparan galvanometer RC dan hasil bagi tegangan skala penuh voltmeter V dan tegangan skala penuh galvanometer (VG = IG x Rc).
Pemecahan :
mula-mula hitung tegangan skala penuh galvanometer (0,100 mA = 1 x 10-4 A).
VG = IG x RC
= (0,100 mA) x (50,0 ohm)
=5,00 x 10-3 V
= 5.00 mV
Kemudian hitung (n). N =
Hambatan resistor shunt :
Rs = (n-1)Rc
= (100-1) x 50,0 ohm
= 4950 ohm
Jadi hambatan resistor shunt-nya adalah 4950 ohm.
2. Sumber Arus Searah
a. Elemen Primer
Di dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat berbagai alat yang menggunakan sumber energi baterai. Misalnya jam digital dengan baterai yang sangat kecil, tapi bertegangan besar, dan juga laptop (komputer kecil) yang dapat dijalankan tanpa menggunakan listrik PLN seeara langsung. Baterai memang memberikan banyak kemudahan bagi kita.
Elemen primer adalah elemen yang tidak dapat dimuati atau diisi kembali, jika muatan listriknya habis. Hal ini karena reaksi kimia yang mengakibatkan elektron mengalir dari katoda ke anoda pada elemen ini tidak dapat dibalik arahnya. Beberapa jenis elemen primer yaitu elemen Volta, elemen Daniel dan elemen Leclanehe. Penemuan elemen-elemen primer menjadi dasar ditemukannya baterai. Sifat dasar dari listrik yang dihasilkan elemen primer adalah perbedaan jumlah elektron antara dua kutubnya.
1) Elemen Volta
Elemen volta merupakan sumber arus listrik pertama yang ditemukan oleh Alessandro Volta (Italia). Secara sederhana, Volta menghubungkan pelat lembaga (Cu) dengan pelat seng (Zn) melalui kain yang dibasahi larutan garam. Ternyata, terjadi beda potensial di antara kedua pelat logam tersebut. selanjutnya, Volta membuat elemen basah yang terdiri atas asam sulfat (H2SO4) yang ditempatkan dalam bejana gelas sebagai elektrolit, batang lembaga (Cu) sebagai elektroda positif (anoda), dan batang seng (Zn) sebagai elektroda negatif (katoda).
Ketika kedua elektroda dihubungkan dengan suatu penghantar dan diberi beban akan terjadi aliran muatan listrik dari tembaga menuju seng. Beda potensial yang dihasilkan oleh elemen Volta ± 1,5 volt. arus listrik ini terjadi dari energi yang dibebaskan pelat seng ketika bereaksi dengan larutan asam sulfat encer.
Kelemahan elemen volta yaitu terjadinya gelembung gas H2 pada kutub positif (anoda) ketika reaksi kimia berlangsung sehingga mengalami jalannya arus listrik. Peristiwa menempelnya gelembung 1/2 pada lempeng tembaga (kutub positif) dinamakan polarisasi. Untuk rnenghilangkan gelembung H2, lempeng tembaga harus diangkat dari elektrolitnya dan dicuci.
2) Elemen Daniel
Elemen Daniel merupakan elemen basah hasil pengembangan elemen volta. Di dalam elemen Daniel terdapat depolarisator, yaitu berupa larutan CuSO4. Dengan adanya depolarisator ini, polarisasi anoda dapat dicegah sehingga arus listrik dapat mengalir lebih lama.
3) Elemen Kering
Elemen kering atau sering disebut baterai merupakan penyempurnaan dari elemen Daniel. Elemen kering pertama disebut elemen Leclanche. Elemen kering tersusun dari bagian-bagian berikut.
a) Elektroda positif (anoda) berupa batangkarbon.
b) Elektroda negatif (katoda) berupa bejana seng yang menjadi pembungkusnya.
c) Elektrolit berupa amonium klorida (NH4 CL) dalam bentuk pasta.
d) Depolarisator berupa eampuran serbuk karbon (c) dengan batu kawi (Mn02).
Pada elemen kering, selama elemen bekerja, seng berubah menjadi seng klorida, terjadi pembebasan gas hidrogen, serta terjadi pengeringan amonium klorida (NH4 CL).
a. Elemen Primer
Di dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat berbagai alat yang menggunakan sumber energi baterai. Misalnya jam digital dengan baterai yang sangat kecil, tapi bertegangan besar, dan juga laptop (komputer kecil) yang dapat dijalankan tanpa menggunakan listrik PLN seeara langsung. Baterai memang memberikan banyak kemudahan bagi kita.
Elemen primer adalah elemen yang tidak dapat dimuati atau diisi kembali, jika muatan listriknya habis. Hal ini karena reaksi kimia yang mengakibatkan elektron mengalir dari katoda ke anoda pada elemen ini tidak dapat dibalik arahnya. Beberapa jenis elemen primer yaitu elemen Volta, elemen Daniel dan elemen Leclanehe. Penemuan elemen-elemen primer menjadi dasar ditemukannya baterai. Sifat dasar dari listrik yang dihasilkan elemen primer adalah perbedaan jumlah elektron antara dua kutubnya.
1) Elemen Volta
Elemen volta merupakan sumber arus listrik pertama yang ditemukan oleh Alessandro Volta (Italia). Secara sederhana, Volta menghubungkan pelat lembaga (Cu) dengan pelat seng (Zn) melalui kain yang dibasahi larutan garam. Ternyata, terjadi beda potensial di antara kedua pelat logam tersebut. selanjutnya, Volta membuat elemen basah yang terdiri atas asam sulfat (H2SO4) yang ditempatkan dalam bejana gelas sebagai elektrolit, batang lembaga (Cu) sebagai elektroda positif (anoda), dan batang seng (Zn) sebagai elektroda negatif (katoda).
Ketika kedua elektroda dihubungkan dengan suatu penghantar dan diberi beban akan terjadi aliran muatan listrik dari tembaga menuju seng. Beda potensial yang dihasilkan oleh elemen Volta ± 1,5 volt. arus listrik ini terjadi dari energi yang dibebaskan pelat seng ketika bereaksi dengan larutan asam sulfat encer.
Kelemahan elemen volta yaitu terjadinya gelembung gas H2 pada kutub positif (anoda) ketika reaksi kimia berlangsung sehingga mengalami jalannya arus listrik. Peristiwa menempelnya gelembung 1/2 pada lempeng tembaga (kutub positif) dinamakan polarisasi. Untuk rnenghilangkan gelembung H2, lempeng tembaga harus diangkat dari elektrolitnya dan dicuci.
2) Elemen Daniel
Elemen Daniel merupakan elemen basah hasil pengembangan elemen volta. Di dalam elemen Daniel terdapat depolarisator, yaitu berupa larutan CuSO4. Dengan adanya depolarisator ini, polarisasi anoda dapat dicegah sehingga arus listrik dapat mengalir lebih lama.
3) Elemen Kering
Elemen kering atau sering disebut baterai merupakan penyempurnaan dari elemen Daniel. Elemen kering pertama disebut elemen Leclanche. Elemen kering tersusun dari bagian-bagian berikut.
a) Elektroda positif (anoda) berupa batangkarbon.
b) Elektroda negatif (katoda) berupa bejana seng yang menjadi pembungkusnya.
c) Elektrolit berupa amonium klorida (NH4 CL) dalam bentuk pasta.
d) Depolarisator berupa eampuran serbuk karbon (c) dengan batu kawi (Mn02).
Pada elemen kering, selama elemen bekerja, seng berubah menjadi seng klorida, terjadi pembebasan gas hidrogen, serta terjadi pengeringan amonium klorida (NH4 CL).
b. Elemen Sekunder
Elemen sekunder merupakan elemen elektrokimia yang dapat diisi atau dimuati kemba1i apabila muatannya habis. Hal ini disebabkan reaksi kimia yang dapat menghasilkan arus listrik dapat dibalik arahnya (reaksi reversibel = dapat dibalik). Elemen sekunder dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan sebutan akil akumulator. jenis akumulator yang umum dikenal akumulator timbal. Susunan akumulator timbal sebagai berikut.
1) Elektroda positif (anoda) berupa timbal peroksida (PbO2).
2) Elektroda negatif (katoda) berupa timbal murni (Pb).
3) Elektroda berupa larutan asam sulfat (H2SO4).
Ketika aki sedang dibebani atau mengalirkan arus Iistrik, kedua elektrodanya seeara kimia berubah menjadi timbal sulfat(PbSO4), menurut reaksi tersebut.
1) Pada kutub positif
PbO2 + 4H+ + SO42- + 2e- PbSO4 (s) + 2H2O
2) Pada kutub negatif
Pb + SO42- PbSO (s) + 2e-
¬Reaksi keseluruhan
Pb + PbO2 + 4H+ + 2SO42- + 2e 2PbSO4 (s) + 2H2O + 2e-
Oleh karena kedua elektroda menjadi sama (PbSO4) dan tidak ada beda potensial di antaranya, aki tidak dapat lagi mengalirkan arus listrik atau disebut dalam keadaan kosong. Akumulator yang kosong juga ditandai dengan bertambah encernya larutan asam sulfat (H2SO4) Agar aki tersebut dapat mengalirkan arus lagi, aki perlu dimuati atau disetrum.
Pengisian atau pemberian muatan pada akumulator dilakukan dengan mengalirkan arus listrik searah dari sumber tegangan lain, tetapi arah berlawanan ketika akumulator mengalirkan arus. Reaksi kimia yang terjadi saat pengisian akumulator sebagai berikut.
1) Pada anoda : PbSO4 + SO42- + 2H2O PbO2 + 2H2SO4 + SO4
2) Pada katoda : PbSO4 + 2H+ + 2 e- Pb + H2SO4
Reaksi keseluruhan
2PbSO4 + SO42- + 2HP + 2H+ PbO2 + Pb + 8H2SO4
Selain itu, sumber tegangan yang digunakan untuk mengisi aki harus mempunyai ggl lebih besar daripada ggl akumulator, arus yang mengalir semakin besar.
Kapasitas akumulator dinyatakan dalam amperjam (amper hours = AH). Kapasitas akumulator 24 AH, artinya aki dapat bekerja 24 jam pada arus 1 ampere, 12 jam pada arus 2 ampere, atau, atau 48 jam pad a arus 0,5 ampere
Elemen sekunder merupakan elemen elektrokimia yang dapat diisi atau dimuati kemba1i apabila muatannya habis. Hal ini disebabkan reaksi kimia yang dapat menghasilkan arus listrik dapat dibalik arahnya (reaksi reversibel = dapat dibalik). Elemen sekunder dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan sebutan akil akumulator. jenis akumulator yang umum dikenal akumulator timbal. Susunan akumulator timbal sebagai berikut.
1) Elektroda positif (anoda) berupa timbal peroksida (PbO2).
2) Elektroda negatif (katoda) berupa timbal murni (Pb).
3) Elektroda berupa larutan asam sulfat (H2SO4).
Ketika aki sedang dibebani atau mengalirkan arus Iistrik, kedua elektrodanya seeara kimia berubah menjadi timbal sulfat(PbSO4), menurut reaksi tersebut.
1) Pada kutub positif
PbO2 + 4H+ + SO42- + 2e- PbSO4 (s) + 2H2O
2) Pada kutub negatif
Pb + SO42- PbSO (s) + 2e-
¬Reaksi keseluruhan
Pb + PbO2 + 4H+ + 2SO42- + 2e 2PbSO4 (s) + 2H2O + 2e-
Oleh karena kedua elektroda menjadi sama (PbSO4) dan tidak ada beda potensial di antaranya, aki tidak dapat lagi mengalirkan arus listrik atau disebut dalam keadaan kosong. Akumulator yang kosong juga ditandai dengan bertambah encernya larutan asam sulfat (H2SO4) Agar aki tersebut dapat mengalirkan arus lagi, aki perlu dimuati atau disetrum.
Pengisian atau pemberian muatan pada akumulator dilakukan dengan mengalirkan arus listrik searah dari sumber tegangan lain, tetapi arah berlawanan ketika akumulator mengalirkan arus. Reaksi kimia yang terjadi saat pengisian akumulator sebagai berikut.
1) Pada anoda : PbSO4 + SO42- + 2H2O PbO2 + 2H2SO4 + SO4
2) Pada katoda : PbSO4 + 2H+ + 2 e- Pb + H2SO4
Reaksi keseluruhan
2PbSO4 + SO42- + 2HP + 2H+ PbO2 + Pb + 8H2SO4
Selain itu, sumber tegangan yang digunakan untuk mengisi aki harus mempunyai ggl lebih besar daripada ggl akumulator, arus yang mengalir semakin besar.
Kapasitas akumulator dinyatakan dalam amperjam (amper hours = AH). Kapasitas akumulator 24 AH, artinya aki dapat bekerja 24 jam pada arus 1 ampere, 12 jam pada arus 2 ampere, atau, atau 48 jam pad a arus 0,5 ampere
1. Hukum Kirchoff I
Robert Guslav Kirchoff adalah ahli fisika dari Jerman. Di bagian ini akan dibahas salah satu penemuan Kirchoff yaitu hukum C Kirchoff. Dengan menggunakan hukum I Kirchoff kita dapat mengetahui nyata lampu redup jika dipasang paralel padahal tegangan yang digunakan besarnya tetap. Untuk lebih memahaminya pelajarilah dengan seksama uraian berikut. Dalam rangkaian tidak bercabang (seri), setiap bagian pada rangkaian itu mempunyai kuat arus yang sama besar (gambar 9). Pada rangkaian bercabang jumlah kuat arus pada I3 (gambar 10). Ini sesuai dengan pernyataan yang ditemukan oleh Kirchoff bahwa “jumlah arus yang masuk ke suatu titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan tersebut.”
Secara sistematis pernyataan Kirchoff ini dirumuskan dengan persamaan :
Robert Guslav Kirchoff adalah ahli fisika dari Jerman. Di bagian ini akan dibahas salah satu penemuan Kirchoff yaitu hukum C Kirchoff. Dengan menggunakan hukum I Kirchoff kita dapat mengetahui nyata lampu redup jika dipasang paralel padahal tegangan yang digunakan besarnya tetap. Untuk lebih memahaminya pelajarilah dengan seksama uraian berikut. Dalam rangkaian tidak bercabang (seri), setiap bagian pada rangkaian itu mempunyai kuat arus yang sama besar (gambar 9). Pada rangkaian bercabang jumlah kuat arus pada I3 (gambar 10). Ini sesuai dengan pernyataan yang ditemukan oleh Kirchoff bahwa “jumlah arus yang masuk ke suatu titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan tersebut.”
Secara sistematis pernyataan Kirchoff ini dirumuskan dengan persamaan :
Contoh Soal dan Pemecahan :
Tentukan I4 besar kuat arus I4, jika :
a. I4 meninggalkan percabangan
b. I4 menuju percabangan
Pemecahan :
a. Meninggalkan percabangan
I masuk = I keluar
I1 + I5 = I2 + I3 + I4
5 + 2 = 3 + 1 + I4
I4 = 7A – 4A
= 3A
b. Menuju Percabangan
C masuk = I keluar
I1 + I5 + I4 = I2 + I3
5 + 2 + I4 = 3 + 1
I4 = 4 – 7
= -3 A
2. Susunan Hambatan
Hambatan (resistor) dapat dirangkai secara seri, paralel ataupun gabungan antara seri dan paralel. Hambatan (resistor) dilambangkan dengan :
Tentukan I4 besar kuat arus I4, jika :
a. I4 meninggalkan percabangan
b. I4 menuju percabangan
Pemecahan :
a. Meninggalkan percabangan
I masuk = I keluar
I1 + I5 = I2 + I3 + I4
5 + 2 = 3 + 1 + I4
I4 = 7A – 4A
= 3A
b. Menuju Percabangan
C masuk = I keluar
I1 + I5 + I4 = I2 + I3
5 + 2 + I4 = 3 + 1
I4 = 4 – 7
= -3 A
2. Susunan Hambatan
Hambatan (resistor) dapat dirangkai secara seri, paralel ataupun gabungan antara seri dan paralel. Hambatan (resistor) dilambangkan dengan :
a. Susunan Seri
Susunan rangkaian hambatan seri
Susunan rangkaian hambatan seri
Hambatan pengganti dan rangkaian hambatan seri
Pada hambatan yang disusun seri berlaku ketentuan sebagai berikut.
1) Hambatan pengganti seri sama dengan jumlah tiap-tiap hambatan
Rs = H1 + R2 + R3 + … + Rn
2) Kuat arus yang melalui tiap-tiap hambatan adalah sama dan sama dengan kuat arus yang melalui hambatan pengganti seri (I).
I1 = I2 = I3 = In = I5
3) Tegangan pada hambatan pengganti seri (V5) sama dengan jumlah tegangan pada tiap-tiap hambatan
Vs = V1 + V2 + V3 + … + Vn
4) Tegangan pad a tiap-tiap hambatan sebanding dengan hambatannya
V1 : V2 : V3 : Vn =R1 : R2 : R3 = Rn
Hambatan-hambatan yang disusun seri berguna untuk memperbesar hambatan serta sebagai pembagi tegangan.
Jika terdapat n buah hambatan yang masing-masing besarnya = R dan dipasang seri, maka:
1) Hambatan pengganti seri sama dengan jumlah tiap-tiap hambatan
Rs = H1 + R2 + R3 + … + Rn
2) Kuat arus yang melalui tiap-tiap hambatan adalah sama dan sama dengan kuat arus yang melalui hambatan pengganti seri (I).
I1 = I2 = I3 = In = I5
3) Tegangan pada hambatan pengganti seri (V5) sama dengan jumlah tegangan pada tiap-tiap hambatan
Vs = V1 + V2 + V3 + … + Vn
4) Tegangan pad a tiap-tiap hambatan sebanding dengan hambatannya
V1 : V2 : V3 : Vn =R1 : R2 : R3 = Rn
Hambatan-hambatan yang disusun seri berguna untuk memperbesar hambatan serta sebagai pembagi tegangan.
Jika terdapat n buah hambatan yang masing-masing besarnya = R dan dipasang seri, maka:
b. Susunan Paralel
Susunan rangkaian hambatan paralel
Susunan rangkaian hambatan paralel
Hambatan pengganti dari rangkaian hambatan paralel
Pada hambatan yang disusun paralel berlaku ketentuan sebagai berikut.
1) Hambatan pengganti paralel dapat dihtung dengan persamaan :
1) Hambatan pengganti paralel dapat dihtung dengan persamaan :
Khusus untuk dua buah hambatan yang dirangkai secara paralel besar hambatan penggantinya dihitung dengan persamaan :
Sedangkan untuk n buah hambatan yang masing-masing besarnya = R dan dirangkai paralel dapat dihitung dengan persamaan :
2) Kuat arus yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan jumlah kuat arus yang melalui tiap-tiap hambatan.
Ip = I1 + I2 + I3 + ….+ In
3) Tegangan pada tiap-tiap hambatan adalah sama dengan tegangan hambatan pengganti paralel.
V1 = V2 = V3 = Vn = Vp
4) Kuat arus yang melalui tiap-tiap hambatan sebanding dengan kebalikan hambatannya.
I1 : I2 : I3 =
Hambatan-hambatan yang disusun secara paralel berguna untuk memperkecil hambatan serta sebagian pembagi arus.
Ip = I1 + I2 + I3 + ….+ In
3) Tegangan pada tiap-tiap hambatan adalah sama dengan tegangan hambatan pengganti paralel.
V1 = V2 = V3 = Vn = Vp
4) Kuat arus yang melalui tiap-tiap hambatan sebanding dengan kebalikan hambatannya.
I1 : I2 : I3 =
Hambatan-hambatan yang disusun secara paralel berguna untuk memperkecil hambatan serta sebagian pembagi arus.
c. Susunan Gabungan Seri-Paralel
Lima buah hambatan disusun sebagai berikut.
1) R2 dan R3 seri, maka hambatan penggantinya R5 = R2 + R3
2) Rs, R4 dan R5 paralel, maka hambatan penggantinya :
Lima buah hambatan disusun sebagai berikut.
1) R2 dan R3 seri, maka hambatan penggantinya R5 = R2 + R3
2) Rs, R4 dan R5 paralel, maka hambatan penggantinya :
3) R1 dan Rp seri, maka hambatan penggantinya :
Contoh Soal dan Pemecahan :
Empat buah hambatan yang besar hambatannya sam a 40 ohm dirangkai seri. Kemudian ujung-ujung rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan 25 V. Hitung kuat arus yang melalui rangkaian tersebut!
Pemecahan :
R5 = R1 + R2 + R3 + R4
= 40 + 40 + 40 + 40 = 160
I =
=
Empat buah hambatan yang besar hambatannya sam a 40 ohm dirangkai seri. Kemudian ujung-ujung rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan 25 V. Hitung kuat arus yang melalui rangkaian tersebut!
Pemecahan :
R5 = R1 + R2 + R3 + R4
= 40 + 40 + 40 + 40 = 160
I =
=
3. Hukum Kirchoff II pada Rangkaian Majemuk
a. Hukum Kirchoff II
Hukum Kirchoff II menyatakan bahwa jumlah aljabar perubahan tegangan mengelilingi suatu rangkian tertutup (loop) sama dengan nol. Perhatikan rangkaian di samping! Jika muatan positif bergerak dari titik a melalui b c d dan kembali ke a, usaha yang dilakukan muatan itu sama dengan nol (W = 0). Hal ini karena muatan uji tidak berpindah tempat. Oleh karena W = Q x V, besar tegangan CV> dalam loop sama dengan nol. Penurunan tegangan dalam rangkaian terjadi akibat arus listrik dari sumber tegangan mendapat hambatan. Oleh karena itu, persamaan-persamaan hukum II Kirchoff dapat ditulis sebagai berikut.
a. Hukum Kirchoff II
Hukum Kirchoff II menyatakan bahwa jumlah aljabar perubahan tegangan mengelilingi suatu rangkian tertutup (loop) sama dengan nol. Perhatikan rangkaian di samping! Jika muatan positif bergerak dari titik a melalui b c d dan kembali ke a, usaha yang dilakukan muatan itu sama dengan nol (W = 0). Hal ini karena muatan uji tidak berpindah tempat. Oleh karena W = Q x V, besar tegangan CV> dalam loop sama dengan nol. Penurunan tegangan dalam rangkaian terjadi akibat arus listrik dari sumber tegangan mendapat hambatan. Oleh karena itu, persamaan-persamaan hukum II Kirchoff dapat ditulis sebagai berikut.
Atau
Dalam menggunakan persamaan hukum II Kirchoff, perlu diperhatikan perjanjian-perjarjian berikut.
1) Kuat arus bertanda (+) jika searah dengan arah loop yang kita tentukan, dan bertanda negatif (-) jika berlawanan dengan arah yang kita tentukan.
Contoh.
Apabila arah arus kita tetapkan searah jarum jam, kuat arus dari A ke B searah loop sehingga kuat arus bertanda positif. Demikian pula sebaliknya, jika arah loop berlawan arah putaran jarum jam, kuat arus bertanda negatif.
2) Apabila saat mengikuti arah loop, kutub positif sumber tegangan dijumpai lebih dahulu daripada kutub negatifnya, ggl (E) bertanda positif (+). Sebaliknya jika kutub negatif dijumpai lebih dahulu, ggl (E) bernilai negatif (-).
1) Kuat arus bertanda (+) jika searah dengan arah loop yang kita tentukan, dan bertanda negatif (-) jika berlawanan dengan arah yang kita tentukan.
Contoh.
Apabila arah arus kita tetapkan searah jarum jam, kuat arus dari A ke B searah loop sehingga kuat arus bertanda positif. Demikian pula sebaliknya, jika arah loop berlawan arah putaran jarum jam, kuat arus bertanda negatif.
2) Apabila saat mengikuti arah loop, kutub positif sumber tegangan dijumpai lebih dahulu daripada kutub negatifnya, ggl (E) bertanda positif (+). Sebaliknya jika kutub negatif dijumpai lebih dahulu, ggl (E) bernilai negatif (-).
0 komentar :
Posting Komentar